Di-
Istana Cinta
Untuk Engkau Eja
Salam hangat sejahtera kami haturkan kepada Ayah.
Angin semilir seperti biasanya membuat kami merindu.
Hentakkan burung emprit acapkali
menemani pagi kami. Suara alam yang bergema, kini enggan diperdengarkan lagi.
Hal yang menyatu dengan kami seakan lenyap. Jiwa yang terlebih sempurna kini
tinggal seperempat kata. Semuanya sarat akan kehidupan yang tak
semestinya. Hal yang sangat kami
rindukan di tengah hamparan alam yang meranggas. Sawah yang mulai menurunkan
produksinya, ladang gembur terubah menjadi retakan mimpi. Mereka diam karena
tak mengerti, terlebih kami. Bagaimana kehidupan bumi “anak kami” ?. Selalu
pertanyaan itu yang membuat hati kian tersileti.
Teringat saat
usia kami tujuh tahun. Hujan yang menyapa bertubi seakan berkah. Saat itu air
kian tak terurus, tubuh kami bermandikan keberkahan Tuhan. Bermain sepak bola
hingga menjelang adzan maghrib lalu memetik jagung untuk diolah menjadi lauk
makan malam. Lauk tak perlu membeli, sayur pula dapat dicari dengan mudah.
Beras seakan limbah dalam gudang keluarga. Betapa indahnya masa kecilku dulu.
Ketika padang bulan tiba, kami yang bermain ceria hingga semak-semak terubah
menjadi koloni persembunyian anak desa. Hal yang begitu berbeda bagi anak
sekarang.
Pernakah ayah tahu, sisi lain kehidupan desa kami?
Ayah akan tertawa bila mengetahui buah randu yang dibuat kapas adalah camilan
istimewa bila malam tiba. Tak memandang tua ataupun mudah. Semua membaur
berebut mencolekkannya ke sambal belimbing yang sering dibuat emak-emak
termasuk emak saya.
Ayah, pernakah ayah mengalami hal yang demikian?.
Atau ayahpun mempunyai kesamaan dari cerita ini. Hal itulah ayah, yang membuat
kami merindukan keasyikan tempo dulu. Kini bila hujan datang, wajib bagi kami
untuk angkat perabotan rumah agar tak terendam air. Dulu kami begitu menikmati
hujan, tapi kini ia menjadi musuh kami. Rimbunan semak yang dulu tempat
bermain, kini harus kami relakan untuk pelebaran jalan. Angin yang biasa
membawa kesejukkan seakan memuntahkan lahar menerpa wajah kami. Pohon yang
membuat kami semangat bersekolah kini lenyap menyisahkan aura kemalasan. Ayah,
selamatkanlah hidup kami, emak dan seluruh masyarakat pertiwi. Karna kami yakin
engkau ayah pemimpin yang Tuhan kirimkan bagi pertiwi. Dengarkanlah keluhan
kami.
Pasuruan, 19 November 2011
Jefri Setyawan, Pelajar kelas XI IPS SMAN 1 Grati
Biodata:
Jef
Kenzie. Penulis kelahiran Pasuruan, 27
Juli 1995. Pemilik nama asli Jefri Setyawan merupakan anak ke dua dari dua
bersaudara. Sejak kecil menulis adalah hobinya. Namun, memasuki bangku SMA ia
baru menekuni hobinya. Tercatat sebagai siswa SMAN 1 Grati jurusan IPS.
Kebiasaannya ialah mendengarkan lagu-lagu low
end tanah air. Beberapa prestasi menulis ia dapatkan. Kumcer Lelaki
Beraroma Ayah(2011), Kumpulan Puisi September(2011) dan antologi lainnya serta
berbagai even pernah ia juarai.
0 komentar:
Posting Komentar