Translate

Quotes

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
(Pramoedya Ananta Toer)

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 29 Mei 2012

SEPASANG MATA PELANGI


Cerpen ini, merupakan karya yang saya ikutkan lomba menulis cerpen untuk pertama kalinya...
(no editing)


Suasana siang itu berubah menjadi keruh ketika hujan datang. Suara gemercik air telah menyerbu atap rumah penduduk yang kebanyakan memakai seng dari bekas limbah pabrik. "hei, Bima ayo ikut aku!!", sontak aku terkaget mendengar suara Pelangi yang memanggilku dari belakang rumah.
Ternyata keadaan luar rumah semakin cerah. Hujan yang tadi datang berubah menjadi gerimis kecil. Kami berdua terdiam duduk pada akar pohon yang tumbuh menjalar ke arah sungai tempat para anak desa kami mandi. Kami bertempat di bantaran Sungai Lawean Kecamatan Tongas yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Pasuruan. Mata kami berdua seakan mengharap Tuhan melukiskan mahakaryanya yaitu pelangi. Tak berapa lama, gerimis pun mulai redah, para ibu dan pemuda lain terlihat melanjutkan aktifitasnya tadi yang sempat tertunda di sungai. Batas kesabaran kami berdua belum habis, hingga terpampanglah Pelangi yang tergambar elok berhiasan mega meganya. Karena kami lama memandanginya, tak terasa tangan kami berdua saling bergandengan. Secara sadar aku memberi isyarat pada pelangi agar melepaskannya. "iya maaf", ujar pelangi singkat. Rupanya pelangi itu telah pudar begitu kami berdua menyadari keadaan kami masing masing. Tiap ada hujan, pelangi selalu menjemputku ke rumah. Lima tahun sudah kebersamaanku dengan pelangi. Usiaku pun sdh 17 thn. Akhirnya, waktu yang ditunggu pun tiba. Gerimis kembali mengguyur tanah kami setelah 1 bulan hujan tak kunjung datang. Tapi anehnya, setiap ada gerimis pelangi selalu menjemputku. Tapi kali ini dia tak datang ke rumah. "aku tahu dimana ia sekarang", ujarku dalam hati. Setelah keluar dari rumah segera aku keluar menuju tempat aku dan pelangi berbagi cerita tiap pelangi muncul.
"Ooii..... Tumben kamu tak menjemputku kerumah", tanyaku pada pelangi. Namun, kehadiranku di sana rupanya tak membuat dia sadar. Ku ulangi lagi kalimatku padanya. "eh, kamu bim .... Ya tadi aku lupa karena aku takut pelangi itu pudar lagi seperti dulu itu".
"oh, ya tidak apa2"
Seperti biasanya aku menghabiskan waktu bersama Pelangi sahabatku dengan disaksikan pelangi sang primadona angkasa.
Rupanya, lambat laun aku mulai merasakan hal aneh pada diriku. Setiap aku di dekat Pelangi selalu saja mataku berbinar-binar, hatiku begitu berbunga dan jantungku berdetak cepat. Mungkin aku merasakan jatuh cinta padanya. Ujian Nasional yang semakin dekat membuat aku harus lebih giat lagi dalam belajar. Apa lagi sainganku adalah Pelangi, sahabat sekaligus pujaan dalam hati.
Satu minggu sudah aku memendam rasa ini pada pelangi. Karena aku tak ingin berlama-lama memendam rasa ini, ku utarakan saja hati ini padanya. Saat itu seperti biasanya. Kami berdua berada dibawah pohon rindang tempat biasa kami menghabiskan waktu dengan pelangi Tuhan. Spontan aku pegang tangan dia, ku genggam erat dan ku taruh kedua tangannya pada dadaku. Ku bisikkan isi hati yang selama ini ada dalam hatiku. Andaikan waktu itu pelangi tuhan membawa kamera, mungkin foto kami berdua beredar luas pada jejaring sosial yg sedang maraknya. "pelangi, diri ini tersabda oleh hatimu, terikat kuat oleh bayangmu, fikirku terbang menerawang hatimu. Bilapun hari ini diri tak ada arti, ku ingin kaulah pemberi arti di hidupku ini, bingkailah hati ini dalam singasana hatimu. Ku ingin ku jadi pemenang di hatimu, aku mencintaimu ….. Ku tak ingin kau pergi tinggalkan hati yang terpahat utkmu", lega rasanya setelah aku ungkapkan rasa dalam hati ini. Sangat lama sekali aku mengungkapkan isi hatiku kepada Pelangi. Hingga kata kataku habis yang menyebabkan kami berdua diam sejenak tanpa kata. Namun, itu berlangsung tak lama. Anggukan dari pelangi sudah memberi jawaban yang pasti akan nasib hati ini. "Bima, kamu adalah sahabatku sejak kecil, entah kenapa aku selalu ingin dekat denganmu, aku sadar aku tak mungkin jatuh cinta kepada sahabatku sendiri. Oleh kerenanya, tadi aku tidak menjemput kamu kerumahmu. Namun, sekarang aku sudah jauh lebih tenang. Perasaanku adalah perasaanmu, hingga aku mau kau selalu ada di hati ini sampai kapan pun", ucap Pelangi.
"sungguh? Aku janji, kamulah pelangiku yg terakhir, pelangi harapanku dan pelangi impian".
" arrggh.. belum-belum udah ngegombal", celetuk Pelangi.
"hee..he..".
Akhirnya, saat itupun kami jadian. Kejadian aku memegang tangan pelangipun tetap aku lanjutkan.Di bawah pohon damar yang menaungi kami berdua, kami bercerita tentang kisah hidup masing-masing. Dari masa kanak kanak, TK hingga perjumpaan kami saat lulus SD. Namun, saat Pelangi bercerita saat ia SD, aku menangkap seperti ada tekanan batin yang ia rasakan. Namun, rasa tak enak hati untuk bertanya muncul. Rasa itupun sirna saat senyum Pelangi mengembang melukiskan dua lesung pipit yg mendalam. Gigi putih yang berbaris rapi serta rahangnya yang lancip dan hidungnya begitu mungil membuat dia semakin cantik saja dimataku.
"oh Tuhan, jangan biarkan senyumnya pudar karena ulahku, jangan pernah beri sakit hati dia karena aku, lindungilah dia dalam setiap do'a dan perbuatan kekasihku", gumamku dalam hati.
Tiba tiba hujan besar datang menyerbu tanah kami. Sontak orang orang berlarian menuju rumah mereka masing masing. Tiba tiba suara yang begitu keras mengagetkan kami berdua.
"hei Bima Pelangi, cepatlah pulang! Orang tua kalian mungkin khawatir mencari kalian berdua", ujar mas niko yang merupakan adik kandung ibu Pelangi.
"iya mas", jawab Pelangi singkat.
Akhirnya, kami berpisah seraya kami berdua melambaikan tangan.
Sesampainya di rumah, aku bergegas menuju kamar mandi. Ku bersihkan seluruh badan yang dekil ini. Tak lupa ku pakai shampo beraroma mint dan sabun cair beraroma sirih. Ku sabun keseluruh tubuh.
Setelah itu, aku ganti baju berharap tidak masuk angin ku pakai sweater yang lumayan tebal dan segera beranjak tidur. Tiba tiba hapeku berbunyi. 1 pesan teks dari pelangi terpampang pada layar handphone yg kupakai. Segera ku buka dan aku terkaget akan isinya : "bila waktu adalah penghalang untuk kita bertemu janganlah pernah menyerah bersabar, bila jarak adalah jalan kita untuk sendiri janganlah peranh takut mencari aku, sabarmu ku tunggu. Bima pacarku tersayang, torehkan pena cintamu pada hatiku, lakukan yang terbaik untuk buktikan dirimu memang bisa jadi yang terbaik untuk aku, belajar yang rajin. Aku tunggu dirimu di pintu kemenangan dengan nilai UNAS yang membanggakan".
Hatiku begitu takjub akan pesona pelangi. "Aku berjanji, aku akan buktikan aku akan jadi yang terbaik bagi keluargaku dan terbaik dimatamu", batinku.
Setelah itu, aku melamun menatap langit-langit kamar seakan mencari tepian jawaban yang kucari. Hingga aku telah tak sadar bahwa aku mulai terbawa tidur dalam mimpi indah.
Bruuuaaaaak...!
"nak,. Pelangi kenapa kamu nak! pak…..!!!! bapak ini pelangi jatuh pingsan, mungkin sakitnya kambuh pak..!!!!!!", geger ibu Pelangi.
"panggilkan pak mantri aja buk, nanti biar dikasih obatnya".
Tragedi pingsannya seorang pelangi bukanlah hal yang tabu lagi bagi kedua orang tua mereka. Sejak pelangi lulus SD pun hal yang sama sering terjadi. Di tengah derasnya jalan pemukiman, sosok ibu pelangi berjuang menuju rumah pak mantri. Jarak yang ditempuh pun cukup jauh. Padahal rumah sakitpun dekat dengan rumahnya. Mereka hanya mampu memakai jasa mantri karena alasan biayanya yang relatif murah. Bila dibandingkan pelayanan rumah sakit yang disertai embel-embel biaya makan, ruangan atau apalah yang mewajibkan mereka membuang uangnya percuma.
Rumah pak mantri yg dekat disekitar pasar Tongas, mengharuskan ibu ibu 46 tahun ini harus berjuang ekstra keras menyusuri lalu lalang kendaraan dan orang orang disekitar tempat itu.
"bip..bip..bip..bip", suara alarm handphone Bima berbunyi. Waktu untuk sholat maghrib telah tiba. Bima yang saat itu masih menyiripkan matanya menahan kantuk hanya mengubah posinya menjadi duduk bersandar pada tembok usang rumahnya. Ada hal yang sempat ia fikirkan. Hatinya terlamun mengingat kejadian awal dia berjumpa dengan pelangi. Sosok gadis yang mempunyai senyum indah telah buatnya jatuh cinta.
"kenapa kau menangis?? anak cowok kok cengeng" tikam langsung anak itu pada aku.
"jika kamu jadi aku juga pasti kamu nangis!"
"emang kamu kenapa?"
"aku gak mau tinggal disini, aku pengen tinggal dikota tempat aku dulu main di Mall, main playstation"
"tinggal dimana pun itu sama saja, yang penting punya teman, kamu masih beruntung pernah merasakan suasana kota dan punya teman, berbeda dengan aku"
"teman itu apa? Di kota gak ada yang namanya teman apalagi di Mall"
"teman itu bukan benda tapi manusia sama seperti kita, teman ada kapanpun saat kita ceria ataupun saat kita nangis".
Mendengar dia saat itu aku menjadi takjub, aku bahkan tak tahu kenapa dia menghampiriku, persis ketika ibuku menenangkanku ketika aku dimarahi ayah.
"emangnya kamu punya teman?", tanyaku penasaran melihat lekat lekat matanya.
"ya, itulah aku. Siapa yang mau berteman dengan aku. Gadis cacat yang pasti saat orang melihat pertama kalinya bakal jijik", jawabnya cuek.
Aku bisa menyimpulkan bahwa dia adalah orang yang sangat tegar.
"aku aneh aja, baru pertama kali ngobrol dengan orang lain kayak kamu. Kalau begitu, kita jadi teman aja!", usulku pada anak itu.
"benarkah??aku tak salah dengar kan?"
"ya!", jawabku seraya ia memamerkan senyum manisnya didepanku.
Saat itu hampir tak ku pedulikan sekitar tempat itu, riuh suara ibu ibu yang mencuci pakaian di sore hari membuatkan pertunjukan yang jarang ku temui di kota. Entah aku lupa sudah berapa ribu kalimat yang aku ucapkan sejak dari tadi berbincang dengan anak itu. Hingga aku putuskan untuk mengajak anak itu kerumah baruku.
Sebenarnya aku masih ragu akan tempat tinggalku sekarang. Lantai beralas ubin batu tembok yang hanya dicat sekadarnya dan juga langit langit rumah yang masih tembus dengan genting. Tak ada tempat menarik sedikitpun. Hanya ada Sungai besar di ujung jalan menuju rumahku.Ya ini memang mimpi buruk bagi aku.
"hei, rumah kamu bagus ya, aku boleh kan tiap hari main kesini?", ujar anak itu yang membuyarkan lamunanku.
"panggil saja aku Bima, namamu siapa? Tadi kita sempat tidak berkenalan kayaknya".
"namaku Pelangi, orang tuaku berharap kelak aku menjadi kebanggaan bagi semua orang menggantikan kesedihan menjadi kebahagiaan persis seperti pelangi angkasa yang muncul ketika mendung hitam telah pudar", jawabnya panjang lebar padahal aku tidak menanyakan alasannya.
"ibu..ibu.. Ada teman Bima ini bu di depan", teriakku mencari ibuku pada setiap sudut sudut rumah. Ternyata ibuku sedang tidur. Aku sedih melihat ibuku yang harus terkena imbas semua ini. Ini semua gara-gara ayah yang selalu main judi padahal itu sudah tidak baik bagi dirinya. Akibatnya rumah dan kendaraan yang telah kami miliki harus disita bank karena hutang ayah yang menumpuk. Aku kembali tertegun ketika tadi Pelangi memuji rumah baruku ini. Siapa rebenarnya dia? Anak itu sungguh aneh, rumah ini dibilang bagus dan juga kenapa aku selama ini tidak pernah mempunyai seseorang sepertinya?", namun ku hanya mampu bergumam.
Setelah ku ketahui ibuku yang sedang tertidur pulas. Aku menyegerakan menemui Pelangi yang sedari tadi rupanya menunggu di depan rumah.
Aku persilahkan ia masuk dan ku suruh duduk pada kursi plastik merah jambu yang sempat ibu beli di pasar gotong royong Probolinggo sebelum kami sampai dirumah ini. Ku lirik pelangi yang sembari tadi melihat samping kiri sekitarnya.
"hei, rumah kamu dimana?", tanya aku memecah keheningan.
"rumahku dibelakang rumahmu ini selang tiga rumah rumah ke empat itu rumahku"
"oh....begitu!! Pelangi, aku boleh tanya sesuatu gak?"
"iya boleh, kenapa sih dari tadi kamu lirik kanan kiri?", tanyaku langsung.
"oh tidak, apa kamu gak sadar Bim, rumah kamu ini paling bagus dari rumah lainnya.. Tuh liat depan kamu, apalagi rumah aku Bim, kursi aja aku gak punya..".
Aku hanya diam saja mendengar celotehannya. Betapa miris hidup ini ketika Pelangi perlahan lahan meneteskan air matanya.
"ya sudahlah Bim, toh semua akan kembali kepada Sang Pencipta. Duniamu, kamu, aku, dan semua akan kembali ke Yang Kuasa. Ayo sekarang kamu kerumahku", ajak Pelangi padahal aku sudah capek sejak pagi tadi tak istirahat.
"ehm..maaf Pelangi aku capek, gini aja besok aku kerumah kamu deh..gimana? Tenang aku tau rumahmu kok..tiga rumah dari rumahku, yak kan?"
"ya sudah, dah...Bima..!", Pelangi itupun sudah pergi tak terlihat batang hidungnya dengan tongkat kayunya.
Aku lupa untuk mensegerakan sholat karena lamunanku tadi yang berkepanjangan. Dalam perjalanan menuju kamar mandi aku teringat Pelangi apakah dia sudah sholat apa belum, tapi aku sudah berjanji kepadanya kalau kita akan bertemu ketika pengumuman kelulusan SMP tiba. Air wudhu' petang itu begitu dingin dari biasanya bertolak belakang dengan Kota Probolinggo yang panasnya melelehkan tulang itu. Seusai sholat, aku sempatkan sejenak browsing internet sekedar mencari soal latihan UN dan tak lupa untuk mengupdate status "dinginnya air mengerti dinginnya hatiku, juwitaku tetaplah menjadi dirimu yang selalu ku banggakan dan selalu tegar". Tak lama kemudian user dengan nama AriePh Ndutz mengomentari statusku:
AriePh Ndutz : owWw.. Hem, gae sopo iku bim?
(buat siapa itu bim?)
Bima_Putra : gae pacarku, ate gae kowe lah ndak mboiz rek.
(buat pacarku, kalau buat kamu kan tidak seru)
AriePh Ndutz : yo..yo.. Aku percoyo,
(ya..ya..aku percaya)
Bima_Putra :percoyo nang gusti Allah rif! Kok percoyo aku musrik!
(percaya itu ke Allah, kalo percaya ke aku itu musrik!)
Setelah lama saling berbalas komentar, aku putuskan untuk menghentikannya karena ingin belajar. Suntuk juga menjadi siswa kelas tiga, sudah seminggu lagi harus UN. Waktu saat itu terlalu lama berputar. Memikirkan waktu tak tersadar aku terbuai dalam mimpi.

"ibu ini, obatnya diminum dua kapsul tiga kali sehari, seperti yang kami bilang tolong anak ibu dan bapak segera di operasi, karena penyakit tumor otak anak ibu sudah mulai berkembang di tubuhnya", ujar dokter kepada orang tuaku.
"Emak..Bapak, jangan bilang ini semua kepada teman teman apalagi Bima, pelangi tak ingin mereka khawatir dengan keadaan Pelangi", mendengar itu orang tua Pelangi hanya pasrah melihat anaknya tervonis penyakit ganas itu.

Lima hari kemudian...
"Bim.....tunggu Bim!!", panggil Arif padaku yang tengah berjalan menuju ruang guru.
"hei, tuh liat cewekmu lagi duduk manis diruang kelas", tunjuk Arif dengan jemarinya yang gemuk itu.
"biarlah rif, aku udah komitmen sama dia kalo kita bakal ketemu saat pengumuman kelulusan nanti!", ucapku sembari melihat Pelangi yang sedang duduk didepan kelasnya. Hatiku seakan luluh ketika melihat senyumnya yang ia pamerkan di depan temannya. Namun aku menangkap ada hal yang berbeda pada dirinya. Setelah lama kupandang dari jarak kurang lebih 200 meter memang ada hal yang berbeda pada dirinya. Matanya ya tak salah lagi matanya pelangi sedikit bengkak. Apa mungkin selama ini dia memelototi fotoku ya?? Pikirku saat itu.

Akhirnya hari ujian Nasionalpun tiba, aku sangat senang sekali. Sebentar lagi aku akan bertemu dengan Bima, dan aku juga akan membahagiakan emak dan bapakku ketika aku mendapatkan nilai yang bagus. Tiba-tiba tubuhku lunglai, mataku berkunang kunang dan semuanya gelap.
Aku merasakan tubuhku membentur ubin kelas seluruh keheningan yang sebelumnya ada kini menjadi riuh. Tubuhku ada yang mengangkat dan dibawanyalah ke UKS. Entah karena beberap menit aku tak sadarkan diri, aku segera dirujuk ke Rumah Sakit di kota Probolinggo. Suara tangis emakku memecah ketika melihat aku terbaring tak sadarkan diri. Hampir setengah jam kemudian aku tersadar. Memang benar, aku berada dirumah sakit.
Bau obat obatan merangsang urat syaraf otakku namun dokter sudah menyiapkan selang oksigen untuk membantu pernafasanku.  Aku teringat bahwa saat ini adalah hari ujian Nasional pertamaku. Segala bujuk raya dari guru guru dan emakku untuk menunda ujianku tak dapat aku terima. Terpaksa aku mengerjakan mata pelajaran B.Indonesia yang menjadi jadwal pertama hari itu. Lalu dengan tergesa-gesa emak dan bapakku dipanggil dokter rumah sakit itu. Aku beqharap sesuatu hal yang aku takutkan itu akan tiba. Operasi.  Selesai mengerjakan soal itu tepat pula Bima dan kawan kawan menjenguk ke ruangan tempat aku dirawat.

"operasinya dibutuhkan donor mata bu, karena dari hasil lab kami anak bapak dan ibu menderita tumor mata, tolong diperhatikan bu karena donor mata disini tidak ada jadi anak ibu akan dirujuk ke rumah sakit Dharma Husada Probolinggo, masalah biaya akan ditanggung pemerintah Probolinggo", ujar dokter pada kedua orang tua pelangi.

"makanya, kamu itu jangan telat sarapan gini kan jadinya",jawab bima.
"Maaf bim, aku membohongimu, aku tak sanggup membuatku khawatir kepada kondisiku", rintihku dalam hati.
"Pelangi, aku ke toilet dulu ya..", aku sungguh tak tahan menahan kencing sedari tadi disekolah. Perasaanku yang teraduk aduk sedari tadi akhirnya terjawab dengan kondisi pelangi yang baik baik saja.
"permisi mbak, toilet dimana ya?",tanyaku pada suster disitu.
"disebelah ruang dokter dek, dari sini belok kanan dan adek lurus saja"
aku langsung tancap kaki ketika sebelumnya mengucapkan terima kasih kepada suster itu.
Lega dengan kencingku, aku bergegas menuju ruang Pelangi rawat inap kembali. Namun, karena aku melewati ruangan dokter dan terlihat dibalik jendela ada orang tuanya pelangi niat keingintahuanku muncul. Aku mencoba mendengarkan pembicaraan mereka tentang kondisi Pelangi.  Lama ku mendengarkan mereka. Namun ada hal yang mengganjal dari pembicaraan mereka. Mereka membutuhkan donor mata. Tetapi siapa yang akan menerima donor mata itu. Dokter itu berbicara dengan kedua orang tua Pelangi. "apakah itu berarti Pelangi penerima donor itu??Tidak!!!tidak mungkin". Mendengar perbincangan mereka hatiku sakit. Kekecewaan atas Pelangi sungguh diluar dugaanku. Mengapa dia tega kepada q menutupi semua keadaannya!! Padahal aku menerima dia apa adanya, dan aaaaaaaaaaaa......
Hari itu aku langsung pulang tanpa berpamitan kepada Pelangi. Malam yang panjang aku habiskan dengan jeritan hati yang tiada henti hingga membuatku cegukan karena menahan tangis agar orang rumah tidak mengetahui. Malam itu aku tertidur dan terbangun dini hari. Aku ingat pesan ibuku dikala pertama kepindahanku. "jangan bersedih, jangan pernah lupakan sholat, jika mau do'a kita dikabulkan maka perbanyaklah sholat malam", demikian beliau tanamkan sejak aku kecil.
"Tuhan, malam ini aku mengadu luka pada Engkau. Begitu sakit cobaan yang Engkau berikan kepada hamba. Hamba tak tega melihat orang yang hamba sayangi menopang cobaan yang Engkau berikan. Berikan sebuah harapan dalam hidupnya. Berikan kesehatan yang lebih kepadanya. Serta berikan kesembuhan baginya. Kuatkanlah hamba, dia, bapak dan ibunya. Berikan jalan bagi hamba bagaimana caranya untuk menjadi yang terbaik baginya, Tuhan jika Engkau mengizinkan hamba berjuang demi dia, kuatkanlah orang orang yang menyayangi hamba..AMIN".

Esok hari Matahari kembali menampakkan sinarnya……
Hujan shubuh tadi membuat aku terbangun lebih awal. Riuh kicauan burung yang bertengger diatas ranting pohon mengisyaratkanku untuk melihat ke arah mereka. Burung burung yang indah bernaungkan sepasang Pelangi kembar diatas mereka. Mengingat kejadian sore kemarin menyebabkan aku untuk mulai menerawang saat saat indah bersama pelangi.

Kejadian itu ketika aku belum menjadi kekasih Pelangi ……
Seperti biasanya seusai hujan aku menuju alun alun kota menyaksikan indahnya pelangi Tuhan.
"Bim, senang aku bisa seperti ini, aku harap suatu saat akan banyak pelangi diatas sana"
"aku juga berfikir begitu"
Hatiku kembali sakit mengingatnya. Dua buah pelangi diatas semoga jawaban atas do'a kami dulu. Disekolah aku mencoba konsentrasi untuk ujianku. Aku tak ingin karena ini, aku mengecewakan kedua orang tuaku.
Akhirnya Ujian Nasional pun telah selesai, itu berarti kami sudah terbebas dari masalah ujian dan pelajaran. Aku telah memutuskan bahwa aku yang akan menjadi donor mata untuk Pelangi. Sekalipun aku buta, aku tak perduli semua demi kebahagiaan Pelangi. Berbagai usaha untuk membujuk kedua orang tuaku dan orang tua Pelangi membuahkan hasil. Hatiku senang namun aku mencoba menguatkan ibuku karena ibuku sepertinya takut terjadi apa apa kepadaku.
Hari operasipun tiba..
Mataku cocok dengan mata Pelangi.Meski aku tak dapat melihat apa yang terjadi tetapi aku rela kalau semua bahagia.
1 jam menunggu..
Ibu dan bapak Pelangi sepertinya mondar mandir di depan ruang operasi.
2 jam..
2,5 jam..
Ya.. 3 jam berlalu operasipun belum selesai.
Akhirnya tepat pukul jam 3 sore operasipun selesai.. Itu artinya lebih dari 4 jam kami menunggu..
"bagaimana mak keadaan Pelangi?" tanyaku menatap bapak.
"alhamdulillah lancar nak", jawab ibu dari arah berlawanan.
"syukurlah.."
Aku sangat bahagia sekali hari ini, Pelangi sudah kembali normal dan aku mensegerakan untuk pulang karena aku tak ingin merusak kebahagiaan Pelangi karena melihat aku yang cacat mata.
Lima hari berlalu……………..
1 pesan diterima dari Pelangi,
2 pesan diterima dari Pelangi,
5 pesan diterima dari Pelangi,
10 pesan diterima dari Pelangi,
Aku tak ingin membaca apalagi membalas SMS dari pelagi telponnya pun aku rijek karena aku tak ingin Pelangi mengetahui keadaan sebenarnya.
Seminggu setelah itu adalah pengumuman kelulusan.Hatiku menjadi was-was menjelang pengumuman itu. Aku takut aku tak bias lulus akibat kurang Konsentrasi saat ujuian berlangsung.
“Tok…tok…tok…tok….”, suara pintu diketuk pertanda ada tamu yang datang. Ibuku sepertinya sigap membuka pintu itu.
“Bima nya ada mbak?”, Tanya perempuan di ujung sana seperti aku kenal suaranya.
“ahhhh….itu Pelangi dan emaknya!!!!”, aku kalut hingga aku terjatuh menimpa ubin rumah.Namun pelangi dengan sigap menangkapaku. Pelangi rupanya sudah memeluk akudan menagis di bahuku. Aku sudah sedari tadi menangis.
“Bim, kamu jahat! Aku ak menyuruh kamu untuk hidupku! Kau malah dengan kondisi begini!”, ucap Pelangi.
“Maaf…. Lebih baik kamu pergi saja! Aku sudah tak pantas untukmu!”
“Kenapa dulu aku pantas untukmu yang hanya orang cacat tak mempunyai kaki normal, kenapa kau mencintaiku. Apakah kau kasihan kepadaku? Aku benci Kau Bima!!!!!!”
Setelah panjang lebar Pelangi berbicara, akupun luluh dimatanya.
“Maaf, aku sesungguhnya cinta dan sayang kamu. Hal ini aku lakukan karena aku saying kamu. Apapun itu demikamu. Aku butapun itu semua karena bukti cintaku padamu, maafkan aku bila aku kasar denganmu”
“Jujur Bim, aku kecewa sama kamu….. tapi aku tak bisa berbohong jika aku cinta kamu, maafkan aku jika aku membuatmu begini…….”
Setelah itu, aku mulai kuat kembali hatiku sudah terisi dengan hati Pelangi walaupun tak dapat melihat wajah cantik Pelangi.

Aku ingin member kejutan kepada Bima hari ini. Semoga dengan donor ini Bima dapat kembali normal.
“Bim..ikut aku ayo…..”,ajak Pelangi.
“kemana?”
“udah ikut saja!”
Bima pasti tak menduga bahwa dirinya akan bisa melihat lagi. Aku tak ingin menyiksa orang yang telah menyayangia ku sampai ia berkorban dengan kedua bola matanya.
“Pelangi…. Ini tempat apa? Kok aku sedikit pusing bau obat ya?”, Tanya Bima
“Bim, kamu bakal bisa melihat lagi”
“Benarkah?”
“ya”
“ini mata siapa Pelangi? Apakah kau akan mengembalikan mataku yang kau milikki?”
“tidak, tadi pagi ada seorang yang meninggal yang menginginkan matanya untuk didonorkan”
Mendengar penjelasanku, Bima percaya dan bersedia menerima donor mata itu.
3 jam lagi Operasi dimulai. Suara adza dzuhur tiba. Aku segera bergegas sholat.
““ Yaa Allah..terimalah kehadiran hamba siang ini, Bantulah hamba untuk senantiasa mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, serta memperbaiki kualitas badahku kepada-Mu, Kuatkanlah orang yang hamba sayangi untuk menjalankan operasi nanti, berikan yang terbaik untuknya, Amin.”
Rupanya, jam operasi dimajukan dan ketika aku kembali keruangan Bima, dia sudah dibawa ke Ruang Operasi di Rumah sakitku dulu Dharma Husada Probolinggo.Berjam-jam kami menunggu harap-harap cemas, galau dan perasaan yang menyelimutiku takut operasinya gagal selalu berkecamuk, dan waktu yang dinantipun tiba.
“Pasien sudah berhasil dioperasi dan nanti 2 jam lagi perban matanya boleh dibuka”, ujur dokter itu. Akupun begitu bahagia. “Terimah kasih Ya ALLAH!!!!!!”, ucapku dalam hati.
Sekarang kami sedang berjalan bersama-sama di alun alun kota Probolinggo. Makan bakso dan minum es cendol kesukaan Bima. Hidup kami sungguh begitu sempurna karena kami diterima disalah satu SMA Negeri terbaik di kota Probolinggo karena dengan nilai UN kami yang cukup memuaskan. Siapa sangka nilai aku dan Bima adalah 37,75.Sungguh perjuangan yang begitu berat tetapi dengn cinta yang kami miliki semua itu terlewati dengan bahagia. Kami hidup bukanlah karena kami kuat didunia tetapi karena cinta, segalanya semua karena cinta Bima dan aku Pelangi.
“Pelangi….. ini awal perjalanan sesungguhnya, kamu siap menghadapinya dengan aku?”
“iya Bim, aku akan mencoba lebih baik untuk kamu dan keluargaku asalkan cintamu tetap ada saat aku lemah dan aku jatuh karena dunia”,.Aku sangat bahagia kerena cinta kami dewasa, karena cinta kami belajar dan karena cinta pula kami bisa. 


NAMA LENGKAP : JEFRI SETYAWAN
TTL : PASURUAN, 27 JULI 1995
ALAMAT LENGKAP : JL.RAYA SUMURWARU NO.19 RT/RW ; 11/05 - NGULING - KABUPATEN     PASURUAN – JAWA TIMUR
ALAMAT EMAIL : cute_enemy27@yahoo.co.id
 FACEBOOK : cute_enemy27@yahoo.co.id (Jefri Setyawan)
 NO TELEPON / HANDPHONE : 083837729368

KONTEMPLASI HITAM PUTIH


KONTEMPLASI HITAM PUTIH
Oleh : Jef Kenzie

Dimana….akan ku cari
 Aku menangis seorang diri
 Hatiku ingin slalu bertemu
 Untukmu aku bernyanyi
 Untuk ayah tercinta, aku ingin bernyanyi
 Walau air mata di pipiku….
 Ayah dengarkanlah, aku ingin berjumpa
 Walau hanya dalam mimpi…..
Bersahabat dengan lagu tak bisa dipungkiri lagi bagi kebanyakan orang. Persamaan nasib yang diceritakan, feel dan juga chemistry mampu membuat kesan tersendiri sebuah lagu. Iya, membuka kembali diorama saat bersama orang-orang yang kita sayang sekalipun.
Saat ini. Ku merindukan jiwa yang entah berapa kali membuat dadaku sesak. Mengembang kempiskan, menahan lalu mengakhirinya dengan air mata. Sepenggal lagu dari Broery Marantika tak ubahnya rasa kerinduanku pada Makhluk-Nya. Bapak.
Pagi ini. Fajar yang tengah mematung membius ruangan kamar berukuran 3x4 meter ini. Pekikan ayam berulang kali menyetrum indera pendengaranku. Syair yang menetes pada lantunan ayat suci Al-Qur'an terlewat sepintas. Semua berjalan tanpa kendali, lenyap tak berbekas.
Ku berlari secepat kilat menghindari serangan itu. Nafasku terengah-engah menahan geli mimik mukanya. Dia masih mengikutiku. Mengekor dan secepat kilat memegangi kakiku. Ku terpekik keras dan berlari kembali. Dia tetap memegangi kakiku. Langkahku terseret pelan membawa beban berat tubuh itu, dan aku terjatuh. Sosok bertubuh hijau mirip hulk di film hollywood menyetrum otakku. Ia menerkam dan menindihku. Ah, nafasku semakin berat. Sekuat tenaga aku mencoba melepas dari makhluk menjijikkan tersebut. "Persetan" berbagai sumpah serapah keluar lebat dari mulut jalang ku. Akhirnya ku bisa keluar dari dekapannya. Ku menatap jalan di depan mata selaksa berlari kembali. Ia mencoba meraih tubuhku kembali, namun gagal. Jalan yang berliku berulang kali kutemui. Tidak mungkin, sudah berapa kali ku memutari jalan tiada berbatas. Semua yang kulewati selalu berakhir pada tempat yang sama. Pohon-pohon yang melihat itu tertawa geli. Rerumputan acapkali mengumbar bisikan menghujat tingkahku. Ah, hidup semakin beringas. Sosok hulk itu tetap mengikuti dengan langkah seribunya. Kembali ku dipaksa untuk menghindar. Aku masih terus berlari. Dia tetap mengejarku, ku teringat pada sosok Suzanna, arwah pembunuh hingga ke akarnya. "Tetapi apa salahku?" berulang kali pertanyaan itu keluar. Di depan mata seketika akar pohon membelai kasar tubuhku. Aku terikat kuat. Sosok hulk itu kini tertawa sadis mirip chucky boneka pembunuh. Ia mendekat dan mengendus tubuhku. Ia sentil hidungku. Sakit!. Lalu dia mencekik leher putihku. Aku tak berdaya dibuatnya. Pasrah. Ia mengangkatku dan memesukkanku pada mulitnya. Happpp....
"Bapak...!!!," ucapanku terucap keras menggema pada sudut kamar.
Aku lega. Mimpi yang sangat seram seumur hidupku kandas. Ku merenungi apa yang barusan terjadi dalam pelarian malam tadi. Tak biasa rupanya. Wajah bapak teringat di ayang-ayang imajinasi. Menari seperti gasing. Entah kenapa bukan wajah emak yang terlintas. Benar,  sejak kecil aku tak mengenal siapa emakku. Sejak kecil ku hidup berdua dengan bapak. Kata bapak emak meninggal saat melahirkan adikku. Kehidupan keluarga kami yang pas-passan membuat bapak rela kerja hingga larut malam. Tujuannya satu. "dadi wong pangkat" itulah yang bapak impikan dari kehadiranku. Aku janji pak. Namun, aku tak bisa tinggal diam. Aku juga tak kalah berjuang demi bapak. Aku tak ingin melihat bapat kecewa kepadaku. Melalui beasiswa yang ku terima ini aku mencoba meringankan beban hidup bapakku. Sejak SMP aku hidup dari beasiswa yang selalu ku dapatkan. Kalau dikatakan pintar, aku justru tak memiliki itu. Aku diajarkan untuk berusaha dan kerja keras oleh bapak sejak kecil. Bapak memang sosok yang ku angan-angankan ketika berkeluarga nantinya. Kulihat jam di handphone menunjukkan waktu 06.00 pagi. Ku melihat juga satu pesan mendarat sejak jam 04.30 pagi tadi. Tertulis pada ikon amplop berwarna kuning dan putih nama bapakku.
"Assalamu'alaikum mas, ayo sholat dulu. Meskipun sesibuk apapun, jangan pernah tinggalkan sholat. Berdo'a sama Allah mas, minta petunjukknya.
Dari: Bapak"
Membaca sms itupun tak terasa air mataku jatuh. Aku semakin bersalah kepada Tuhanku yang telah memberikan kesempatan ini. Juga dengan bapakku, sosok yang ingin ku pelajari. Ingin aku balas sms nya, tapi hatiku tak enak sendiri. Hingga lama ku berpikir ada telepon masuk, kulihat dari bapak.
"Assalamu'alaikum pak!," jawabku menerima panggilannya.
"Wa'alaikum salam mas, gimana kabarnya di Surabaya?"
"Alhamdulillah pak, bapak sendiri gimana?"
"Sama mas, mas tadi sudah sholat?"
"Daaaaarrrrr," suara itu seketika menghujam jantungku. Entah jawaban apa yang harus ku berikan pada orang tua tercintaku ini.
"Hallo mas...," ucap napakku lagi.
"Eh... Iiiya pak, mas belum sholat. Soalnya tadi mas bangun kesiangan pak," ucapku tebata-bata. Ku menanti respon apa yang bakal aku terima.
"Lain kali jangan lupa sholat, perbanyak bersyukur mas," jawabnnya begitu membuatku kedua kalinya meneteskan air mata. Lama kami mengbrol via telepon untuk mengusir rasa kangen kami. Aku berasal dari kota Yogya, entah kenapa aku tertarik dan mendapat beasiswa di universitas terbaik di kota Surabaya ini. Di Yogya aku tinggal bertiga dengan adik dan juga bapakku. Adikku cewek bernama Lasmi, aku sendiri bernama Fadli. Adikku pun juga tak pernah tahu siapa emak kami. Usia kami terpaut setahun. Sekarang aku sedang menginjak pada semester ke delapan. Segala macam urusan skripsi, tesis dan tetek bengeknya sudah rampung ku jalani. Memang terlalu awal bagiku. Namun, aku tak ingin mengulur waktu beberapa bulan hanya untuk urusan skripsi. Cukup satu setengah bulan saja. Karena aku ingin menghabiskan masa kuliahku untuk bekerja paruh waktu disini. Nilai A plus sudah ku kantongi. Itu berarti kurang beberapa bulan lagi aku akan bertemu dengan bapak juga adikku.
Sinar cerah mentari mengilhami penduduk bumi. Baik miskin, kaya juga orang-orang tak bernama. Desisan angin pagi memasuk merasuki seisi kamar kostku. Hari ini hari yang kutunggu tiba. Pakaian hitam dengan topi toga merias tubuhku. Benar, acara wisuda sudah tinggal mengitung beberapa jam lagi. Di kampus suasana riuh peserta membuat sempurnanya acara hari ini. Banyak mahasiswa yang berdatangan dengan kedua orang tuanya. Bahkan dengan rombongan satu keluarga yang memarkir kendaraannya di depan. Melihat itu, aku harus menelan pil pahit. Bapakku tak mungkin menghadiri wisudaku. Ongkos alasan utama bagi orang miskin macam aku. Sudah asap dapur mengepul itu lebih dari cukup bagi kami.
"Iya pak," jawabku menerima panggilan telepon dari bapakku.
"Iya nggak apa-apa pak, pokoknya Fadli Insya' Allah akan menjadi yang terbaik, seperti janji Fadli dulu," jawabku tenang. Kembali air mata merapuh dan menyusuri pipiku.
"Do'akan sukses ya pak," ku akhiri telepon itu. Karena acara proses wisuda akan dimulai.
Lama ku menunggu waktu ikrar sumpah. Memang beribu-ribu orang peserta wisuda ini. Akhirnya, stelah lama menanti, tiba juga waktuku.
Beberapa jam kemudian akhirnya peringkat tiga besar kelulusan dari setiap jurusan diumumkan. Hatiku deg-degan. Ini akan menjadi pil pahit atau mungkin hadiah bagi aku untuk bapak di rumah. Lama sekali menanti jurusan ku disebutkan.
1 menit...
2 menit...
"Baiklah, untuk keputusan selanjutnya akan dibacakan lagi setelah penampilan paduan suara dari Gita Musika Nusantara," ucap pembawa acara itu yang membuatku semakin dag dig dug. jantungku dipermainkan saat itu. Kalau aku pingsan aku pasti kehilangan kesempatan ini. Kalau aku sadar, akankah aku tegar bila keinginanku tak tercapai. Dilema.
"Ya, selanjutnya dari fakultas Ilmu Sosial prodi S1 Ilmu Ekonomi," akhirnya kata-kata itulah yang sedari tadi kutunggu.
Peringkat ketiga sudah.
Peringkat kedua sudah.
"Dan peringkat pertama dengan nilai IPK 3.95 atas nama Nur Eka Fadliansyah putra dari Bapak Hendro Purnomo," sedetik jantungku berhenti mendengar ucapan itu. Derai air mata sahabatku terlihat bahagia. Mereka memelukku. Aku bahagia, tak sadar namaku pun di panggil untuk kedua kalinya menuju mimbar.
"Silakan wali mendampingi putra putrinya," ucapan itu membuatku sakau.
“Aku harus tegar,” ku coba untuk menguatkan diriku sendiri. Aku dengan sigap menuju mimbar meski tak ada wali untukku. Tiba-tiba sosok lelaki yang lama ku rindukan muncul dari barisan tempat duduk para orang tua. Itu bapakku. Air mataku jatuh membumi. Ku dekati beliau, dan ku tuntun menuju mimbar. Beliau memelukku erat. Kulihat wajahnya sembab entah beliau bahagia atau sedih. Tak habis pikir aku dengan apa bapak kesini. Tak mungkin beliau memiliki uang untuk ongkos sedangkan Lasmi membutuhkan uang untuk SPP nya tiap bulan. Apakah mungkin bapak meminjam kepada lintah darat?
Setelah acara prosesi wisuda itu selesai, ku mengajak bapak menuju tempat kostku. Sebelum keluar dari pelataran kampus, kami dikagetkan oleh seseorang yang memanggil namaku.
"Oh, Pak Budi, ada apa pak?," tanyaku dengan sopan. Pak Budi adalah dosen yang  selalu care sama aku. Setiap masalah yang aku hadapi ku ceritakan semua padanya. Keluarganya begitu hangat kepadaku. Apalagi Rehan anak semata wayangnya. Beliau sudah aku anggap sebagai pengganti bapak semenjak aku di Surabaya.
"Oh, ini mas… Pak Budi yang membantu bapak ke sini. Berkat Pak Budi bapak bisa ke sini," ucap bapak sambil menyalami Pak Budi.
"Aduh Pak, terima kasih banyak atas bantuannya," ku melihat rona bahagia dari mereka berdua.
"Iya dli, selamat ya... Jangan lupa kalau sudah sukses suka main kerumah, kasian Rehan tak ada temannya," jawabnya penuh bahagia.
Lama perbincangan yang kami lakukan, Pak Budi mengajak Bapak dan aku menuju depot depan kampus. Di sana kami menghabiskan begitu banyak obrolan mulai dari latar belakang keluarga kami, dan juga kehidupan aku yang bapak ulas layaknya talk show pada Pak Budi. Sementara aku dengan asik menyapa teman sekampus yang tak sengaja bertemu di depot itu. Sudah lama waktu berlalu, entah sejak kapan aku melamun. Terlihat guratan wajah bapak yang terbakar panas bukti tanggung jawab kepada kedua anaknya. Begitu banyak waktu berjalan, banyak pula air mata dan cerita-cerita kehidupan yang mungkin takkan kulupakan sampai nanti. Sampai nanti. Nanti.


BIODATA
Nama Pengirim    : Jefri Setyawan.
Nama Pena      : Jef Kenzie
TTL                       : Pasuruan, 27 Juli 1995.
Alamat               : Jln.Raya Sumurwaru No.19 RT/RW 11/05 Nguling-Pasuruan 67185
No. HP                  : 087754417749
Email dan FB        : cute_enemy27@yahoo.co.id

99 PESAN KERINDUAN UNTUK PRESIDEN: Untuk Engkau Eja


Teruntuk Ayahanda Presiden
 Di-
Istana Cinta
Untuk Engkau Eja
Salam hangat sejahtera kami haturkan kepada Ayah.
Angin semilir seperti biasanya membuat kami merindu. Hentakkan burung emprit acapkali menemani pagi kami. Suara alam yang bergema, kini enggan diperdengarkan lagi. Hal yang menyatu dengan kami seakan lenyap. Jiwa yang terlebih sempurna kini tinggal seperempat kata. Semuanya sarat akan kehidupan yang tak semestinya.  Hal yang sangat kami rindukan di tengah hamparan alam yang meranggas. Sawah yang mulai menurunkan produksinya, ladang gembur terubah menjadi retakan mimpi. Mereka diam karena tak mengerti, terlebih kami. Bagaimana kehidupan bumi “anak kami” ?. Selalu pertanyaan itu yang membuat hati kian tersileti.
 Teringat saat usia kami tujuh tahun. Hujan yang menyapa bertubi seakan berkah. Saat itu air kian tak terurus, tubuh kami bermandikan keberkahan Tuhan. Bermain sepak bola hingga menjelang adzan maghrib lalu memetik jagung untuk diolah menjadi lauk makan malam. Lauk tak perlu membeli, sayur pula dapat dicari dengan mudah. Beras seakan limbah dalam gudang keluarga. Betapa indahnya masa kecilku dulu. Ketika padang bulan tiba, kami yang bermain ceria hingga semak-semak terubah menjadi koloni persembunyian anak desa. Hal yang begitu berbeda bagi anak sekarang.
Pernakah ayah tahu, sisi lain kehidupan desa kami? Ayah akan tertawa bila mengetahui buah randu yang dibuat kapas adalah camilan istimewa bila malam tiba. Tak memandang tua ataupun mudah. Semua membaur berebut mencolekkannya ke sambal belimbing yang sering dibuat emak-emak termasuk emak saya.
Ayah, pernakah ayah mengalami hal yang demikian?. Atau ayahpun mempunyai kesamaan dari cerita ini. Hal itulah ayah, yang membuat kami merindukan keasyikan tempo dulu. Kini bila hujan datang, wajib bagi kami untuk angkat perabotan rumah agar tak terendam air. Dulu kami begitu menikmati hujan, tapi kini ia menjadi musuh kami. Rimbunan semak yang dulu tempat bermain, kini harus kami relakan untuk pelebaran jalan. Angin yang biasa membawa kesejukkan seakan memuntahkan lahar menerpa wajah kami. Pohon yang membuat kami semangat bersekolah kini lenyap menyisahkan aura kemalasan. Ayah, selamatkanlah hidup kami, emak dan seluruh masyarakat pertiwi. Karna kami yakin engkau ayah pemimpin yang Tuhan kirimkan bagi pertiwi. Dengarkanlah keluhan kami.
Pasuruan, 19 November 2011
Jefri Setyawan, Pelajar kelas XI IPS SMAN 1 Grati



















Biodata:
Jef Kenzie. Penulis kelahiran Pasuruan, 27 Juli 1995. Pemilik nama asli Jefri Setyawan merupakan anak ke dua dari dua bersaudara. Sejak kecil menulis adalah hobinya. Namun, memasuki bangku SMA ia baru menekuni hobinya. Tercatat sebagai siswa SMAN 1 Grati jurusan IPS. Kebiasaannya ialah mendengarkan lagu-lagu low end tanah air. Beberapa prestasi menulis ia dapatkan. Kumcer Lelaki Beraroma Ayah(2011), Kumpulan Puisi September(2011) dan antologi lainnya serta berbagai even pernah ia juarai.


Senin, 28 Mei 2012

MENJADI PEMBELAJAR SEJATI


Seringkali kalau bermain pesbuk membaca status yang penuh dengan motivasi, kata-kata yang indah sehingga tak khayal membuat kita meneteskan air mata. Tapi bagaimana kalau isi dari status orang lain terkesan GALAU?  ALAY? Entah dari planet mana si Penulis status berasal sampai buat mata kita pegal. Pasalnya kadang ia menulis gini, “AaKkKkhGh CwwennenK BhAgEtD tDi di ChAppHa Chaama K2k KlzZz.. Asseg22.. .”
Kadang ada pula yang nulisnya gini, “Iichkk,, @!# Qh4mO33 Jh4hh4DDt, KnP mHtU55IN 4q0o03 S!hh... Dz@r CwwoQ Bu4y@@... .”
Saya bisa pastikan 7 dari 10 pembaca jelas pernah bersikap demikian. Lalu apa hubungannya dengan “GALAU+ALAY” dengan judul kita?
Ada dong, tapi dipaksakan saling berhubungan saja ya... hehehe

Masa kini adalah masa satu detik setelah masa lalu. Betul nggak? #anak bintilan juga tau kaleee...
Masa kini yang diwakili kata tersebut adalah panduan yang menuntun untuk menjelajahi dan menelusuri jalan ke depan yang pasti. Seperti apa saja rintangannya, sesulit atau semudah apa hambatannya, seberapa bersahabat suasananya, bergantung pada keinginan kita, fokus kita.
Dengan modal kemampuan yang dimiliki, dengan pedoman yang didapat dari informasi, rintangan seberat apa pun, suasana sesulit apa pun tidak pernah bisa menghalangi kita untuk meraih kesuksesan dan kebahagiaan yang sudah menjadi impian kita.
Masa kini adalah masa di mana impian harus segera diwujudkan. Masa kini adalah masa di mana genderang perang dibunyikan, Pertaruhannya menjadi LAKUKAN dan TAKLUKAN, bukan lagi RENCANAKAN atau TULISKAN. Seluruh kekuatan difokuskan untuk melakukan cara yang bisa meraih impian. Saatnya bekerja keras dan bekerja cerdas.
Misi pribadi harus segera diwujudkan pada masa kini. Misi yang ketika terwujud akan membuat hidup mejadi terasa lebih sempurna, karena semua itu adalah keinginan hati, berasal dari kejujuran yang akan membawa menuju keseimbangan hidup, hidup di titik impian.
Kesimpulannya apa ya?
Cukup simpel, kamu hidup di masa kini, jadikan nikmat Tuhan sebagai ajang percaya atas janji yang telah dijanjikan oleh-Nya. Jadi nggak perlu deh, kamu acara galau-galau-an.
Saatnya meraih mimpi.
Bumi adalah kuburan peradaban. Dan kita berjalan beriringan dengan impian diatasnya.
(Jef Kenzie)
Jefri Setyawan (xi is 4)

Resensi Novel: To Kill A Mockingbird




Judul Terjemahan: To Kill A Mockingbird
Penulis: Harper Lee, 1960
Penerbit: Qanita
Cetakan: Ketujuh, Agustus 2009
Tebal: 540 halaman
Novel pertama dan satu-satunya, karya Nelle Harper Lee (1926-…) ini mengisahkan tentang bagaimana prasangka tidak hanya merugikan namun sekaligus berbahaya. Tidak pernah ada kebenaran dalam prasangka. Jikapun ada, kebenaran dalam prasangka sangatlah rapuh. Dalam cerita ini Harper Lee menyimpulkan lewat salah satu narasinya:
“Kau tidak akan pernah bisa memahami seseorang hingga kau melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya… hingga kau meyusup ke balik kulitnya dan menjalani hidup dengan caranya.”
Novel ini berkisah tentang kehidupan keluarga Atticus Finch, seorang pengacara lokal di Maycomb County. Atticus yang duda memiliki putra-putri, Jem Finch (Jem) dan Jean Louise Finch (Scout). Mereka bertiga ditambah pembantu, seorang Afro-Amerika bernama Calpurnia, tinggal di pemukiman tua di pinggiran Alabama, Amerika Serikat.
Keluarga Atticus Finch adalah kehidupan tipikal keluarga Amerika pada masa resesi Amerika di tahun 1930-an. Masa yang dikenal sebagai Great Depression tersebut digambarkan menjadi keadaan yang serba berkecukupan di Maycomb County, permukiman tempat tinggal Atticus sekeluarga.
Atticus ayah bijak yang terlampau menyayangi kedua anaknya, adalah seorang egaliter sejati. Sebagai pengacara, dia tidak pernah membeda-bedakan kasus yang akan dibelanya. Sebagai ayah, dia tidak pernah mendidik anak-anaknya dengan keberpihakan.
Jem adalah anak laki yang beranjak remaja. Meskipun sering usil Jem selalu berusaha melindungi adiknya, Scout Finch. Jem berusaha menjadi pria sesungguhnya dengan mencoba bersikap dewasa. Bagi Scout, kenyataan bahwa Jem mulai terlihat seperti ayahnya, adalah hal yang menyebalkan. Namun begitu, Jem tetap menjadi teman bermain sekaligus tempat mengadu bagi Scout.
Scout Finch gadis cilik yang selalu ingin tahu. Bocah cerdas dan kritis yang selalu bermaja-manja di hadapan Atticus, ayahnya. Selalu terlihat tomboy di lingkungan bermainnya. Scout tidak pernah ragu untuk bertanya ini itu kepada siapapun yang ditemuinya. Juga, dia tidak ragu untuk melakukan kekerasan ketika tersudut. Atticus dan Calpurnia sering memarahi Scout akibat ulahnya.
Jem dan Scout selalu mendapat kesenangan baru pada musim panas, karena ada tokoh seperti Dill Harris, bocah jenius sahabat Jem dan Scout. Suatu saat Dill mengusulkan untuk menyelidiki seorang Arthur ‘Boo’ Radley, tetangga yang terlihat misterius di mata kanak-kanak mereka. Dill merasa perlu untuk memancing Boo Radley keluar rumah. Terlebih, Boo adalah pemuda yang jarang sekali terlihat bersosialisasi. Namun dalam kemisteriusannya Boo Radley sesungguhnya sedang ‘bermain-main’ dengan Jem, Scout, dan Dill.
Namun, sejak Atticus memutuskan untuk menjadi pengacara bagi seorang kulit hitam dalam sebuah kasus, kehidupan keluarga kecil ini berubah. Kenapa? Perlu diingat, 1930-an adalah masa dimana Amerika diselimuti racial segregation, rasisme kulit putih terhadap kulit hitam. Segala aspek kehidupan mulai dari pelayanan masyarakat hingga fasilitas angkutan umum, dibedakan peruntukkannya berdasar warna kulit. Jangan tanya tentang masalah hukum. Pada masa itu hukum yang paling pantas bagi orang kulit hitam adalah hukum gantung, meski tanpa peradilan.
Atticus ditunjuk oleh pengadilan untuk membela seorang Afro-Amerika, Tom Robinson yang dituduh memperkosa seorang wanita kulit putih. Atticus yang kulit putih ‘cari penyakit’ dengan menyetujui membela seorang negro.
Adalah Scout yang terkaget-kaget melihat kenyataan bahwa ternyata kehidupan orang dewasa tidak melulu hitam-putih, baik-buruk. Scout belajar banyak hal tentang kehidupan di luar dunianya. Untuk kali pertama Scout menyadari ternyata ada kenyataan lain yang bernama kompromi. Ada kenyataan lain yang berada di wilayah kelabu, grey area.
Tentang To Kill a Mockingbird
Novel ini bisa dikatakan memoar; kenangan masa kecil Harper Lee yang dia ceritakan ulang. Walaupun penulisnya menyangkal, tapi tidak bisa dinafikan bahwa Jean Louise Finch alias Scout Finch tidak jauh dari gambaran masa kecil Harper Lee. Bukan kebetulan jika ayah Harper Lee, Amasa Coleman Lee, memang seorang pengacara sungguhan yang menjadi dasar bagi karakter Atticus Finch. Amasa Lee sebagai pengacara, juga pernah membela orang Afro-Amerika dalam sebuah kasus pembunuhan.
Frances Cunningham Finch, mendiang ibunda Harper Lee menjadi dasar penamaan tokoh-tokoh utama: Atticus, Jem, dan Scout bernama belakang Finch. Belum lagi latar cerita yang bertempat di Maycomb County, yang tidak lain adalah lingkungan masa kecil Harper Lee di Montgomery, Alabama. Dan konon, Dill Harris adalah dua karakter yang menggambarkan satu sosok: Truman Capote muda, (yang kelak menjadi) penulis yang juga merupakan teman masa kecil Harper Lee.
Alur cerita terasa lambat di awal bab. Bab-bab permulaan yang dimanfaatkan Harper Lee untuk memperkenalkan satu per satu tokohnya, pasti sangat menjemukan kalau saja tidak dituliskan sebagai narasi seorang bocah yang serba mengejutkan. Selalu saja ada hal yang menggemaskan saat mendengar Scout Finch bercerita, membayangkan, bertanya, atau bercakap tentang sesuatu.
Karakter Scout memang dibuat sedemikian cerdas dan kritis. Namun redaksi yang digunakan untuk menuliskan narasi Scout terdengar terlalu dewasa untuk seorang anak sekolah dasar. Jika harus selalu ada kekurangan dalam sebuah karya literasi, mungkin inilah satu-satunya kekurangan karya Harper Lee.
Kekuatan novel ini terletak di penokohan dan narasi. Harper Lee menciptakan tokoh-tokoh yang terbilang banyak, namun dengan fasih menceritakan karakter masing-masing tokoh lewat sudut pandang seorang bocah, Scout Finch. Karakter-karakter yang tercipta sedemikian nyatanya, karena merupakan gambaran dari lingkungan terdekat sang penulis.
Sang narator, Scout Finch dengan leluasa bercerita tentang segala sesuatu—yang dia lihat, dengar, dan rasakan—secara jujur: bercerita tanpa motif tertentu, tanpa kemunafikkan, kepalsuan, atau kebohongan. Scout Finch, karakter utama novel ini menjadi pisau tajam bagi Harper Lee untuk mengupas karakter-karakter lainnya.
Pemaparan deskriptif dalam sudut pandang khas anak kecil membuat cerita yang sebenarnya bertemakan masalah sosial yang cukup berat menjadi terlampau cantik. Harper Lee sukses mengangkat tema rasisme dalam narasi yang unik dan menarik. Sering terdengar kocak dan lebih sering mengharukan. Saya rasa, tokoh aku-lah yang ‘berjasa’ untuk itu. That’s you Scout Finch!
Mockingbird sebagai frasa di judul novel, menjadi simbol tentang innocence. Analogi bagi seorang yang tidak merugikan, tidak mengganggu orang lain. Persis seperti mockingbird sejenis murai yang hanya bersiul dan bernyanyi tanpa mengganggu ketentraman lingkungan. Membunuh mockingbird (to Kill a Mockingbird) adalah membunuh kebenaran. Dalam berbagai resensi, ada dua tokoh yang dianalogikan sebagai mockingbird, Tom Robinson dan Boo Radley. Tentang mengapa dan bagaimana kaitan analogi tersebut, pembaca sendirilah yang akan memahami.
Secara keseluruhan, saya kagum dengan ketelitian Harper Lee untuk menjaga kontinuitas dan relevansi antara judul, tema, dan gaya tutur cerita dalam novel ini. To Kill a Mockingbird, novel tentang kasih sayang dan prasangka, begitulah yang tertulis di muka buku. Cerita tigapuluhsatu bab dengan banyak kejutan, namun lebih banyak lagi perenungan.
Khusus untuk novel To Kill a Mockingbird edisi terjemahan terbitan Qanita (2009), saya mengangkat topi untuk penerjemah, Femmy Syahrani. Terjemahannya nikmat dibaca, mengalir, dan diksi yang mudah dipahami ketika itu menggambarkan ekspresi tokoh. Juga untuk penyunting dan proofreader, Berliani Mantili Nugrahani dan Emi Kusmiati. Kalau tidak salah ingat, saya hanya menemukan tujuh bentuk salah kata. Well done.
To Kill a Mockingbird memenangi penghargaan Pulitzer pada 1961. Karya besar Harper Lee ini juga pernah diangkat ke layar perak dengan judul yang sama, pada 1962 film ini memenangi piala Oscar. Kecuali itu, novel ini mendapat ‘penghargaan’ non formal sebagai “every adult should read before they die” melebihi Bible di Inggris. Sayang karya klasik ini adalah satu-satunya buah pena penulisnya.
Fakta bahwa Harper Lee tidak menulis cerita lain, sempat mengundang kabar burung: penulis novel ini tidak lain adalah Truman Capote, atas nama Harper Lee. Namun Capote membantahnya pada 2006. Ah, kejamnya prasangka!
Nah, pengen baca kan???? Penulis sudah punyta loh novelnya. Setau saya, cetakan terbaru tersedia di Gramedia dan Toga Mas. Yang paling bagus, buku ini masuk deretan buku terlaris loh. Artinya, rekomendasi banget bagi kalian. Harganya gimana? Lumayan lah buat kantong pelajar.
Oleh: Jef Kenzie (Jefri Setyawan XI IS 4)

Priyayi, Berita Permata di Ujung Negeri


Priyayi, Berita Permata di Ujung Negeri
Kami putra dan putri Indonesia,
mengaku bertumpah darah yang satu,
 tanah air Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia,
mengaku berbangsa yang satu,
 bangsa Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia,
menjunjung bahasa persatuan,
bahasa Indonesia.
Sepintas tersirat makna kalimat diatas. Kita satu, dalam satu tempat untuk satu tujuan. Sesuatu yang selalu di koar-koarkan di luar sana. INDONESIA!!!!!!!!!!!
Namun, tengoklah kenyataannya sekarang. Apakah setiap pribadi di setiap daerah juga diwakili dengan satu kata kebanggaan tersebut? Itulah sebuah berita, kadang ada, tak dianggap bahkan selalu dipuja laksana permata. Indonesia adalah satu kesatuan dari sebagian diri yang terkumpul oleh berbagai banyaknya tujuan pribadi yang jumlahnya 229.964.720 jiwa. Memang, sulit menyatukan keinginan yang merangkainya menjadi satu kata INDONESIA. Banyaknya demo, mogok makan dan korupsi pun adalah potret dari pribadi yang tidak pernah mengenal arti kesatuan. Menjadi jiwa yang resah atas dirinya sendiri, lalu memanfaatkan peluang dalam kesempitan hingga berakhir kekecewaan. Itulah mereka. Berbeda, dari sosok kaum yang tengah diam. Kaum yang bungkam. Dan kaum yang pasrah tentang apa yang bakal ia terima sebagai kewajibannya nanti.
Keadaan masyarakat yang tenang, hampir jauh dari kata unjuk rasa. Namun tunjuk rasa mereka junjung tinggi-tinggi. Permata diujung timur, Papua. Wilayah yang serba kaya ini sangat cocok bagi kita untuk transmigrasi. Yang sudah muak dengan kaum atas yang sama sekali anti tunjuk rasa. Wilayah yang mirip dengan kepala burung in tak beda jauh dengan cara berfikirnya. Masih natural, itulah yang penulis tahu. Banyak sekali perwakilan anak Papua yang melenggang hingga kancah Nasional. Terbitnya pemain sepak bola handal, calon ilmuwan fisikawan dunia, bahkan putri Papua selalu menyabet gelar putri persahabatan dalam event ratu kecantikan. Wilayah yang kaya, alam yang masih hijau. Anginpun dengan pelit berhembus kencang. Terik panas yang masih kabur terlihat. Karena pohon menopangnya dengan tanduk-tanduk yang perkasa. Dalam hal ini, inilah dunia impian kaum priyayi. Kaum yang masih pegang teguh kesatuan. Kesatuan yang bakal menjadikan Indonesia mercusuar dunia, Dan itu tugas kita, transmigrasi kesana atau mengimitasinya dalam hati kita. Anda punya pilihan mulai sekarang.

CINTA MEMBACA 3: Metafora Diri




Goresan tinta yang masih basah tercetak begitu ayu. Tangan yang menyangga dagu, mencari ide yang mengajak berteka-teki. Pojok kamar terlihat tumpukan buku yang tersusun rapi menampilkan dioama yang ceria. Keseharian sebagai pelajar suatu yang wajar dari dunia membaca dan menulis. Apa??? Wajar???. Omonganku ini berbanding terbalik dengan ketika ingat waktu itu. Keki banget dengan menulis, apalagi membaca. Namun, terbukti sekarang uang jajan yang biasanya untuk main PS kini terealisasikan dalam bentuk benda kotak yang tengah saat ini ku kagumi.
*****
Masih kuingat siang itu . Seperti remaja biasanya seusai sekolah tujuan utamaku ialah warnet. Maklum saat itu warnet adalah hal yang baru meracunu desa. Pesonanya seakan trending topic tiap harinya Tak luput dari rencana untuk membuka facebook, jejaring sosial yang makin ngetrend. Lama waktu klik sana klik sini tak terasa sudah 50 kali jarum bertemu kembali dengan angka 12 nya. Hari itu begitu miris, uang saku hanya cukup untuk membayar 1 jam, saya harus terima nasib akhir bulan. Akhir-akhir ini isi dompet memang kering. Berjuang memanfaatkan waktu seoptimal mungkin. Terlihat sebuah foto menarik terpampang di wall profil FB saya. Saat itu memang tak terbesit untuk melihat apa isi dan apa tujuan bahkan siapa yang menandai saya. Berhubung waktu yang mengejar, tancappppppp!!!!!!. Emosiku seakan dipermainkan. Sepintas terlihat tulisan rupiah yang cukup menggiurkan tercetak di dalamnya. Siapa yang menolak melihat bila ada pengumuman yang memancing uang di dalamnya. Klik.
Gambar itu menampilkan sosok aslinya. Namun masih proses. Loading. Ya memang lemot sekali warnet disini. Maklum penggunanya banyak, warnet baru belum satu minggu usianya.
 Jlebbbbb!!!! Komputer di depanku padam, suara tat-tit-tut komputer bilik lainnya mengikuti langkah benda di depanku. Aku menggerutu kesal dalam hati. Semua ibarat kita minum tetapi tanpa air. Benar-benar bikin naik darah. Kuputuskan untuk pulang, dan aku hanya membayar 1 jam saja.
Pernah ngerasain satu jam nahan pipis atau mules di tengah macet? Muka pucat, keringat mulai mengucur deras dan sudah diujung tanduk!
Perasaan itu aku alami sepanjang perjalanan pulang ke rumah.
Malamnya, tak ku sia-siakan pergi ke warnet. Apalagi kalau bukan melihat gambar itu. Memang rasa penasaran remaja lagi hot-hot nya.
"Monyetttttt!!!!!!"
"Biawak laknat!!!!"
"Eh Astaghfirullah!!!"
Tragedi! Hampir satu jam kombinasi sumpah serapah, kata-kata sampah, sekaligus ucapan tobat keluar dari mulut saya.  penyebabnya: Hampir satu jam lamanya saya harus mengantri di warnet itu. Saya masih berkeliaran mondar-mandir kayak mandor berharap-harap cemas, eh berharap-harap melas. Salah satu dari orang yang ada di bilik itu seperti mau keluar. Dan benar jreengg....jrengggg!!! Ada juga yang keluar. Langsung saja aku tancap komputer itu. Buka www.facebook.com lalu log in dan buka wall tadi. Lama, dan masih mencari dimana gambar itu. Dimana….dimana…..dimana…..
Dan klik. Jrengggg....jreng.....
Ku baca dengan seksama kalimat yang ada di gambar tersebut.
"Monyet kampung!!!,"
“Eh Astagfirullah”
Siapa yang tak kesal bila itu adalah banner lomba cerita pendek yang diadakan oleh FLP cabang Probolinggo. Apa tidak tahu, saya sangat ogah banget ikutan. Gak ada waktu. Tapi, yang lebih tepatnya saya males ikut gituan. Sudah nggak bisa nulis eh mau ikut begituan. Jangankan nulis, baca saja emak saya harus habis-habisan ngomelin saya dulu. It's not my type!!!!!!
Tapi, kupandangi lagi. Hei....!!!!
Hadiahnya itu loh nggak tanggung-tanggung 500 ribu bro. Ah pusing banget kepala saya. Pengen ikut tapi, nggak pernah nulis. Yaiyalah gimana bisa nulis cerita, baca aja nunggu ditimpuk sapu.  Tapi, saya butuh uang. Beginilah nasib anak remaja, kemana-mana harus sok bawa uang.
Rupanya seorang Jefri akan berubah. Ya, saya mengambil tantangan itu. Dan anda tahu, apa yang saya lakukan setelah itu???
KLIK! tek-tek-tak-tak-tek KLIK!
Tertulis "Kumpulan Cerpen" pada google search. Ya, saya mulai mempelajari tulisan orang lain. Ampun dah, baca belum dua menit mata sudah kelap kelip. Rasa kantuk mulai menyergap si anti baca. Derita gue banget sih. Namun, karena tekad membara, semangat yang 45 dan niat lahir batin ingin memenangkan kontes itu, ceilah..... Kontes! maksud saya, lomba cerpen itu, tiap waktu terus saya mencari bahan untuk cerita saya. Saat sekolah tiap jam istirahat mencoba ke perpustakaan. Banyak yang memandang aneh diri saya waktu itu. Ada yang menggumam ada pula yang rupanya berbisik-bisik tetangga. Ya iyalah, seandainya kalian kenal saya tentu anda terheran-heran. Kena demam apa ini anak sampai masuk perpustakaan. Sekali lagi, semua itu terpatahkan dengan semangat 45, tekad membara dan niat lahir batin saya. Entah sudah mendekati deadline masih saja saya tak mendapatkan ide sama sekali. Ku ingat sepintas pesan bapak Dwi Cahyo guru matematika saya di SMA yang berkata "Menulislah selama sepuluh menit tanpa henti, dan tulislah apa yang ada di fikiranmu". Hal itulah yang saya lakukan menjelang deadline  malam itu. Bisa anda bayangkan, seorang yang phobia baca tulis, menulis cerita dalam waktu semalam? Apa jadinya??. Deadline kala itu 1 Juli 2011, dan tepat pukul tiga sore saya mulai mengetik cerita itu. Dengan ditunjang kemampuan ilmu komputer yang pas-pasan saja, ditambah niat yang menggebu-gebu. Akhinya tepat jam 10 malam cerita itu rampung sudah.
Tetapi tak lengkap bila seorang Jefri hidup tanpa kendala. Dan masalah datang lagi. Karena saat pelajaran TIK saya tidak suka membaca, maka saya kesulitan untuk mengirim email. Ah, betapa malunya anak SMA minta bantuan sama mbak pemilik warnetnya.
Haaaaaahhh!! Akhirnya selesai juga tepat jam setengah sebelas.
Dua minggu saya menanti pengumuman itu. Kembali rasa pengen pipis, tangan dingin untuk kedua kalinya saya rasakan.
Dan jrenggg...jreng..... Pengumuman sudah dimulai.
 Dan ternyata naskah first time saya berhasil tidak lolos. Mimik muka saat itu bagaikan hantu. Pucat pasi, mbak penjaga warnet menawari saya kopi susu. Gratis lagi. Semenjak kejadian itu, rasa anti membaca saya bukannya bertambah tetapi semakin menghilang. Keseharian waktu saya habiskan untuk browsing membaca cerita-cerita di internet. Dan rutinitas ke perpustakaan kini meningkat. Hingga uang jajan yang biasanya habis untuk main PS kini bisa ditabung untuk membeli buku. Tak tanggung-tanggung buku sekelas terjemahan yang tebalnya cukup untuk dijadikn bantal itu berhasil aku baca dalam waktu 3 minggu. Lama ya, memang dengan begini aku bisa lebih mencintai hidupku. Selain itu saya juga aktif dalam lomba online seperti mengikuti essai, cerpen, puisi. Dan berkat membaca yang ekstra, dalam 1 bulan saja 2 puisi dan 1 cerpen saya sudah lolos bergabung menjadi buku antologi yang diterbitkan secara indie. 
Tips Kiat Cinta Membaca:
Bagi pembaca pemula, hal yang perlu di sadari adalah jangan dulu memilih buku yang tebal-tebal. Hal ini diakibatkan kalian akan merasa bosan dan jenuh. Bacalah dulu buku yang tebalnya 50-100 halaman. Lalu jika sudah terbiasa tingkatkan dari 100-200 halaman begitu seterusnya. Untuk menunjang mood saat membaca, perhatikan tips dibawah ini:
-          Hindari membaca dalam suasana anda bercengkrama dengan orang di sekitar anda, hal ini selain mengganggu konsentrasi anda dalam membaca juga mereka akan risih melihat kondisi anda.
-          Posisikan tempat yang sepi, jiwa yang segar dan pikiran yang tenang dalam membaca
-          Dan yang terakhir, cover buku yang menarik bagi anda dapat membuat mood jadi berapi-api loh. Nggak percaya??? Buktikan dulu dong!!!
Biodata Penulis:
Jef Kenzie. Pemilik nama asli Jefri Setyawan ini lahir pada 27 Juli 1995 di Pasuruan, Jawa Timur. Saat kecil ia sempat mengikuti lomba menulis cerita rakyat lokal. Tetapi, nasib baik belum menghampiri cowok yang tak lepas dari lagu-lagu low end ini. Kini ia menginjakkan kakinya bersekolah di SMAN 1 GRATI. Prestasi yang pernah diraih yaitu finalis antologi cerpen Lelaki Beraroma Ayah, Puisi September dan Antologi 100 puisi, 100 penyair (semuanya masih proses penerbitan). Katanya ia ingin menjadi penulis best quality gitu...
Amin.
 Email dan FB : cute_enemy27@yahoo.co.id
 Twitter           : @jefrei_bj
 No.Hp                        : 087754417749

LATIHAN UAS BAHASA INGGRIS SMA KELAS 2 SEMESTER 2


Read the text carefully then answer the question!
The white butterfly
                An old man named Takahama lived in a little house behind the cemetery of the temple of Sozanji. He was extremely friendly and generally liked by his neighbors, though most of them considered  him little mad. That was because he was very old but he did want to get married. Hi did not have the desire for intimate relationship with women.
                One summer day he became very ill, so ill, in fact, that he sent sister–in-law and her son. They both came and did all they could to bring comfort during his last hours. While Takahama fell a sleep, they watched a large white butterfly flew into the room and rested on the old man’s pillow. The young man tried to drive it away with a fan; but it came back three times, as if was very loath to leave the sufferer.
                At last Takahama’s nephew chased it out into the garden, through the gate, and into the cemetery beyond, where it lingered over a woman’s tomb, and then mysteriously disappeared.
On examining       the tomb the young man found the name “Akiko” written upon it, together with a description narrating how Akiko died when she was eighteen. Though the tomb was covered moss and must have been erected fifty years previously, the boy saw that it was surrounded with flowers, and that the little water tank had been recently filled.
When the young man returned to the house he found that Takahama had passed a way, and he returned to his mother and told her what he had seen in the cemetery. “Akiko?” murmured his mother. “When your uncle was young he was betrothed to Akiko.
She died shortly before her wedding day. When Akiko left this world your uncle resolved never to marry, and to live ever near her grave. For All these years he has remained faithful to his vow, and kept in his heart all the sweetest memories of his one and only love. Everyday Takahama went to the cemetery, whether the air was fragrant with summer breeze or thick with falling snow. Everyday he went to her grave and prayed for her happiness, swept the tomb and set flower there.
When Takahama was dying, and he could no longer perform his loving task, Akiko came for him. That white butterfly was her sweet and loving soul.”
                                                                                                                 Adapted from:
http://www.pitt.edu

1.     The text tell you about …
a.     An old man with his faith
b.     An old man with his neighbors
c.     A mad old man
d.     A crazy old man
e.     Dying old man

2.     How was Takahama’s characters ?
a.     He was a humorous person
b.     He was an indolent person
c.     He was a pathetic person
d.     He was a sociable person
e.     He was a hilarious person

3.     Who was Akiko ?
a.     She was Takahama’s fiancé
b.     She was Takahama’s niece
c.     She was Takahama’s sister in law
d.     She was Takahama’s sister
e.     She was Takahama’s mother

4.     Which statement is not true according to the text ?
a.     Takahama went everyday to Akiko’s grave and prayed for her happiness
b.     Takahama lived near Akiko’s grave
c.     Takahama resolved not to marry after Akiko’s death.
d.     Takahama became very ill on summer day
e.     Takahama chased the white butterfly out into the garden

5.     ‘At last Takahama’s nephew chased it out into the garden.” The underlined words refers to …
a.     The garden
b.     The cemetery
c.     The tomb
d.     The white butterfly
e.     The gate

6.     Which of the following words is the antonym of ‘resolved’?
a.     Undecided
b.     Resolute
c.     Unyielding
d.     Determined
e.     Unbendable

7.     “The air was fragrant with summer breeze”. The underlined word has similar meaning with …
a.     Smelly
b.     Aromatic
c.      Odorless
d.     Stale
e.      Bad smell

A customer  at Stingray Fishmongers marveled at the owner’s quick wit and intelligence.
“Tell me, Simon, what makes you so smart?”
“I wouldn’t share my secret with just anyone,” Simon replied, lowering his voice so the other shoppers wouldn’t hear. “But since you’re a good and faithful customer, I’ll let you in on it. Fish heads. You eat enough of them, you’ll be positively brilliant.”
“Do you sell them here?” the customer asked.
“Only $4 a piece, said Simon.
The customer bought three. A week later, he was back in the store complaining that the fish heads were disgusting and he wasn’t any smarter.
“You didn’t eat enough,” said Simon. The customer went home with 20 more fish heads. Two weeks later, he was back and  this time he was really angry.
“Hey, Simon,” he complained, “You’re selling me fish  heads for $4 a piece when I can buy the whole fish for $2. You’re ripping me off!”
“You see?” said Simon. “You’re smarter already.”

8.     What is the text about ?
a.     A person who wanted to be a fishmonger
b.     A person who wanted to be a smart
c.     A seller who wanted to attract his customers
d.     A person who wanted to get  fish heads
e.     A person who wanted to eat fish heads

9.     Which statement is NOT TRUE according to the text ?
a.     Simon was a fishmonger
b.     The customer wanted to be  smart
c.     Simon advised the customer to eat fish heads
d.     The customer felt that he had been ripped off
e.     The fishmonger sold the fish heads for $2 a piece

10. “Do you sell them here ? the customer asked (paragraph 4)
What does the underlined word refer to ?
a.     The seller and the customer
b.     The whole fish
c.      The fish heads
d.     The customers
e.      The other shop owners

The Fisherman

Once upon a time there was a fisherman armed with his fishing rod who would make his way everyday from his village to the river bank. There he would wait patiently for the fish to bite. As soon as he had caught exactly three fish, he would leave the river and went his way slowly home to the cottage where he lived with his wife and son. This strange routine was much commented in the village. Then one day, a tourist arrived and began to go for daily walks to the river bank. After a few days of watching the lone fisherman, he finally spoke to him.
  “Excuse me, but I’ve been observing your unusual routine for several days. You always catch exactly three fish and then go away.”
  “And why on earth should I want to wait around here after that ?”
  “For more fish to take the bait.”
“But I only need three fish. There are only three of us at home.”
  “And you’ve never thought of trying to catch more fish?”
“What for ?”
“To sell, so that you can buy  nets and fishing boat.”
“What for ?”
“So that you can buy a bigger house and then may be another boat and have people working for you.”
“What for ?”
“So that you could have another things, be very rich and do all the things you like doing.”
“The things I like doing ? But what I like doing is fishing!”


11. Where did the story take place ?
a.     In a village
b.     In the cottage
c.     At a river bank
d.     On a fishing boat
e.     In a tourist resort

12. Who were the participants?
a.     A fisherman
b.     A fisherman and his son
c.     A fisherman and his wife
d.     A fisherman and a tourist
e.     A fisherman and a villagers

13. Why did the tourist finally speak to the fisherman ?
a.     Because he wanted him to sell the fish.
b.     Because he only needs three fish
c.     Because he was not allowed to catch more fish
d.     Because he only needed three fish
e.     Because he didn’t want to sell the fish

14. “This strange routine was much commented on in the village.”
The sentence has the same meaning with…..
a.     The routine was very usual in the village
b.     The routine was part of the people’s tradition
c.     People liked doing the routine
d.     People didn’t like the routine
e.     People criticized the man for doing the routine.

15. “This strange routine was much commented on in the village.”
The meaning of the underlined word is nearly the same as …
a.          Common
b.          Unknown
c.Unusual
d.          Exclusive
e.Familiar

The traffic lights were red, so the old man stopped his car and waited for it to change to green.
                While the old man was waiting, a police car came up behind him, hit his car hard in the back and stopped. The back bumper was broken seriously.
                There were two policeman in the police car, and they were very surprised and glad when the old man got out of his car and walk toward them without any trouble after such an accident. He was over 70 years old.
                The old man came to the door of the police car, smiled friendly, and said, “Tell me young man, how do you stop your car when the lights are red?”

16.      The event probably took place in …
a.     The street
b.     Traffic light
c.     Police station
d.     Cross street
e.     Police station park

17.      The police stop their car …
a.     Accidentally
b.     Slowly
c.     Difficulty
d.     By hitting the old man’s car
e.     Stop the car easily

18.      Why did the old man stop his car?
a.     The police asked him to stop
b.     Of the flat tire
c.     The traffic light were red
d.     He ran out the fuel
e.     He waited the lights changed to green

19.      What did the old man do after he knew that his back bumper was broken because of the police car?”
a.         He was very angry
b.         He left the police
c.          He asked the policeman to repair his car
d.         He was not angry with the policeman
e.          He was annoyed with the policeman
“It’s Time to Go to School”
Early one morning, a mother went in to wake up her son. "Wake up, son. It's time to go to school!"
"But why, Mom? I don't want to go."
"Give me two reasons why you don't want to go."
"Well, the kids hate me for one, and the teachers hate me, too!"
"Oh, that's no reason not to go to school. Come on now and get ready."
"Give me two reasons why I should go to school."
"Well, for one, you're 52 years old. And for another, you're the Principal!"
(Taken from: www.rd.com/)
20.    What kind of text is it?
a.     Narrative
b.     Spoof
c.     Recount
d.     Report
e.     Exposition

21.      Who is the son actually?
a.     A student
b.     A teacher
c.      A school Principal
d.     A husband
e.      A kids
Mobile Phone Should Be Banned in School
Recently most people own mobile phone. Why does mobile phone user increase dramatically in recent years? First, the feature and functions has increased. Mobile phone is not used just for calling, but sending text, taking pictures, recording videos, accessing internet, playing games and much more. Second, mobile phone has also become a lot cheaper. Now this communication device does not only fill the pocket of adult but also teenager and student. Even a lot phones are intentionally designed to teenaged market. However should they be allowed to bring them to school?
Many schools do not allow students to bring cell phones to school. It is very reasonable because bringing phone to school potentially disrupts the learning process. Most students use cell phones irresponsibly. They use cell phones to talk to their friend during class time. They also use the calculator and camera features in the class as well. Those potentially lead less concentration in the time of learning and teaching process.
Students go to school to learn and behave fair way. Mobile phones provide a large temptation to cheat in tests. They can communicate to anyone and almost anywhere in the world. Because of the small size of the cell phone, students can send a text quietly and discreetly. The text can go unnoticed anywhere to get help on answering tests, homework, and other class assignment. Learning in school is to behave fair not cheating.
Therefore, schools should ban students from bringing their cell phones. However it should be done fairly. In case of an emergency some student need a call for help, providing easy access to phone is better.
(taken from: understanding type of test)

22. What is the recommendation from the writer?
a.     Bring cell phone to school
b.     Give the cell phone to the teacher at school
c.     School should ban the student from bringing the cell phone
d.     School should allow the students to bring cell phone
e.     Students may bring the cell phone for texting only
23. These are the reasons why the cellphone should be banned in school,except…
a.     Cell phone disrupt the learning process
b.     The students use the calculator and camera features in the class
c.     Students can send a text quietly and discreetly
d.     The text can go unnoticed anywhere to get help on answering tests, homework, and other class assignment
e.     The feature and functions has increased

Watch your Kids While Watching TV
Television becomes one of the most important devices which takes place in almost houses. It can unite all members of the family as well as separate them. However, is it important to know what your kids are watching? The answer is, of course, absolutely "Yes" and that should be done by all parents. Television can expose things you have tried to protect the children from, especially violence, pornography, consumerism and so on.
Recently, a study demonstrated that spending too much time on watching TV during the day or at bedtime often cause bed-time disruption, stress, and short sleep duration.
Another research found that there is a significant relationship between the amount of time spent for watching television during adolescence and early adulthood, and the possibility of being aggressive.
Meanwhile, many studies have identified a relationship between kids who watch TV a lot and being inactive and overweight.
Considering some facts mentioning above, protect your children with the following tips:
  • Limit television viewing to one-two hours each day
  • Do not allow your children to have a TV set in their own bedrooms
  • Review the rating of TV shows which your children watch
  • Watch television with your children and discuss what is happening in the show
24. What kind of text is it?
a.     Descriptive
b.     Analytic exposition
c.     Hortatory exposition
d.     Report
e.     Narrative

25. These are the bad effect of watching TV, except…
a.     Cause bed rest disruption
b.     Can make stress
c.     Cause short sleep duration
d.     Can unite all family members
e.     Can make the children lazy

26. What is the purpose of this text?
a.     To persuade the reader that something should or should not be the case
b.     To persuade by presenting arguments to analyze or explain how and why
c.     To describe the way things are
d.     To amuse the reader
e.     To retell event with humorous twist

27. The underline word “it” in the first paragraph refers to…
a.     Children
b.     Television
c.     House
d.     Family
e.     Kids

28. What is the generic structure of the text above?
a.          Orientation-event-twist
b.          Identification-description
c.Thesis-argument-recommendation
d.          Thesis-argument-conclusion
e.     Orientation-complication-resolution
We  brought our newborn son, Adam, to the pediatrician for his first checkup.
As he finished, the doctor told us, "You have a cute baby."
Smiling, I said, "I bet you say that to all new parents."
"No," he replied, "Just to those whose babies really are good-looking."
"So what do you say to the others?" I asked.
"He looks just like you."

29.      The closest meaning of a cute baby is ...
  1. good-looking 
  2. ugly
  3. funny
  4. amazing
  5. wonderful
30. What does the underlined word in ‘his first checkup’ refer to?
    It refers to ...
  1. the baby
  2. the pediatrician
  3. the writer
  4. the baby father
  5. the doctor
Our English professor handed out the mid-term  quiz. The task was to identify several passages extracted from material we had studied and name the respective authors. However, it is unclear where the answers were to be written. One student raised his hand
and asked for clarification on this point. So the professor asked the entire class,
"Where would you like the answers to be written?"
The reply from one student was immediate: "How about on the board?”Tanessa Crapo -

31.     Why did one student ask for clarification on where to write the answers?
  1. There was no space for them
  2. The student did not understand the answers
  3. The instruction was not obvious
  4. The entire class were confused to do the task
  5. The task was difficult

32.    The synonym of “respective” in the phrase ‘the respective authors’ is ...
a.       Each
b.       Proper
c.        Admiring
d.       Popular
e.        Outstanding

Private Schools
Private schools are schools that are not run by the government. They offer various types of schools and levels of education. Although the government  does  not  directly  run  the  private schools,  the  government  should  give  more attention  to  private  schools  for  some  good reasons.
                Private  schools  provide  parents  with  an alternative to the state sector, and a learning environment,  which  might  better  suit  their children.  In  addition,  whilst  there  are  many bad state schools, there are also bad private schools,  and  some  excellent  state  schools which compete with the best private schools.
                The  existence  of  private  education  can actually  be  financially  beneficial  to  state
schools. The state funds the education system through taxation. Parents who do not send their children  to  state  schools  still  pay  the  same taxes. Therefore, there is more money per child in the state sector. There is evidence that a large number of parents, who send their children to private schools, are both ‘first time buyers’ – i.e. neither parent attending a private school – and not from the privileged elite that the opposition would have us believe.
                Based  on  the  above  discussion,  it  is obvious that the government should give more attention to private schools because they also contribute much in the education world.

33.    What is a private school?
a.       School that are run by the government
b.       School that are run by the headmaster
c.        School that are not run by the government
d.       School that are not run by the principal
e.        School that are not run by the education system
34.    What advantages do we get from a private school?
a.       It provides parents  with  an alternative to the state sector, and a learning environment
b.       it is not run by the government
c.        the government pay more attention to the private school
d.       it is provides uncomfortable learning environment
e.        it offers only few level of education

35.    What does the writer suggest that the government do?
a.       Persuade the parents to send their children to private school
b.       The government should visit the private school
c.        the government should give more attention to private schools
d.       the government must pay more attention to state school
e.        the government should run the private school


Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites